Friday, 27 February 2009

Marissa Haque Perjuangkan HAM dan Pendidikan

Sebuah profesi akan menjadi yang tidak tepat apabila hanya memandangnya berdasarkan keahlian yang dikerjakan olehnya. Kenyataannya menarik misalnya seorang SBY juga mahir dalam bermain voli, atau ketika seorang atlet sepak bola memiliki izin praktek sebagi seorang dokter. Stigma seorang artis yang dinamakan Marisa haque merupakan fenomena tersendiri bagi dunia pendidikan di Indonesia. Seorang artis yang menyelesaikan berbagai gelar ini tampaknya kurang mendapat respon yang baik dari dunia birokrasi pendidikan seperti yang diungkapkan beliau dalam jumpa pers pada Kantor Kontras, Selasa, 6 Januari 2009.
Alasan utama dari marisa dalam mengungkapkan keadilan dan kepastian hukum dibagi menjadi 2 agenda besar. Pertama mengenai penegakan HAM atas bebasnya seseorang dari tindakan intimidasi dari siapapun yang melawan hukum; serta Kedua memberantas mafia pendidikan yang melegalkan adanya ijazah palsu. Kedatangan Marisa di Kantor Kontras merupakan suatu harapan baru bagi dunia pendidikan serta penegakan HAM. Marisa yang didampingi oleh Agus Yohanes selaku koordinator advokasi terhadap kasus beliau memperlihatkan semnagat yang berapi-api selama konfrensi pers. Kondisi Marisa yang sedang kurang baik pada saat itu tidak mematahkan semangatnya untuk mengungkapkan kasus posisi serta upaya hukum yang akan ditempuh beliau.
“Saya telah diintimidasi namun masih sopan”, ujar Marisa. Perasaan wanita yang lebih peka dan lembut tentu jangan dibandingkan dengan perasaan pria. Ada setidak-tidaknya 3 bentuk intimidasi yang dilakukan oleh berbagai pihak kepada marisa yang membuat beliau merasa tersakiti. Pertama ialah kunjungan salah suami istri, seorang anggota partai PPP yang memiliki suami di kepolisian yang meminta beliau untuk berhenti berjuang dalam permasalahan ijasah palsu dalam pemilihan Gubernur Banten. Serta Kedua, yang juga dialaminya ialah ketika suatu demonstrasi yang akhir-akhir ini ramai dilakukan di daerah Tanggerang, Banten, Beliau dihubungi oleh anak buah AKBP Kompol Djoko Purwadi untuk berhenti dalam berjuang dalam kasus ijazah palsu, karena beliau dituduh mengerakan salah satu demonstrasi yang berhubungan dengan kasus a quo.
Sedangakan untuk permasalaha pendidikan yang diangkat Marisa, haruslah disadarinya keberadaan Mafia Pendidikan. Layaknya sebutan mafia peradilan yang memperjual-belikan segala hal mengenai suatu perkara, maka sebutan mafia pendidikan akan lebih tepat bila digunakan kepada semua oknum yang secara nyata-nyata dapat memperjualbelikan sebuah hasil dari proses belajar mengajar yang dimanifestasikan dalam bentuk ijasah. Dunia pendidikan Indonesia kembali diterpa suatu permasalahan yang sedari dulu masih belum dibuktikan secara menyeluruh mengenai adanya oknum-oknum yang mengeluarkan ataupun mendapatkam ijasah palsu. Ijasah sebagai salah satu legitimasi kekuasaan acapkali disalahgunakan bagi oknum yang membutuhkannya untuk memenuhi suatu kriteria jabatan baik untuk memperoleh kekuasaan maupun menaikan posisi suatu jabatan tertentu. Hal inilah yang harus diperbaiki dalam sistem pendidikan di Indonesia karena pada hakikatnya pendidikan merupakan parameter hakikat moral bangsa. Sehingga adanya kasus ijasah palsu merupakan salah satu indikator moral bangsa yang harus dibenahi.
Upaya hukum yang dilakukan beliau untuk membereskan dunia pendidikan ini pernah tandas ketika pihak kepolisian dahulu pernah mengeluarkan SP3. Permasalahan yang sama juga terjadi ketika hampir 2 Tahun berjuang, dan selama 9 bulan tidak bisa menemui pihak kepolisian yang berwenang yakni AKBP Djoko Purwadi. Namun ketika Marisa didampingi oleh 14 advokat yang kebanyakan fresh graduate, ia bisa bertemu dengan AKBP Djoko Purwadi namun pertemuan tersebut masih tidak membuahkan hasil walaupun telah diusahakan oleh AKBP Asep Adi Samputra yang telah mengadakan gelar perkara kedua.

Read more!

Friday, 6 February 2009

Marissa Haque dan 5000 Tukang Sate Madura di Kota Bandung

KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ
Marissa Haque saat berkampneye bersama Wali Kota Bandung Dada Rosada di Kecamatan Ujung Berung, Bandung.


Kamis, 5 Februari 2009 | 21:49 WIB

JAKARTA, KAMIS — Mantan politisi PDI-P yang kini hijrah ke PPP, Marissa Haque, menyadari, figur publik memang bukan jaminan bisa melenggang jadi calon wakil rakyat dan berkantor di Senayan. Marissa, atau politisi yang kerap disapa “Mbak Ica” ini mengaku, punya trik khusus untuk mendapatkan dukungan. Terlebih, daerah pemilihannya (dapil) I Jawa Barat, diisi oleh para politisi andal.

“Saya tak begitu risau dengan putusan MK itu. Yang terpenting sekarang ini sudah harus rajin turun ke bawah, menjalin hubungan dengan konsituen. Berusaha membaur dengan mereka,” kata Marissa Haque kepada Persda Network, Kamis (5/2).

Istri mantan penyanyi rock ini mengaku, kini sudah berhasil merektut sekitar 5.000 tukang sate di Kota Bandung yang akan memberikan dukungan kepadanya. Dukungan para tukang sate yang mayoritas asli Madura, Jawa Timur, ini diakuinya adalah modal menghadapi para caleg lainnya di pemilu legislatif yang sedianya akan digelar pada bulan April nanti.

“Alhamdulillah, saya sudah mengumpulkan sekitar 5.000 tukang sate di Bandung. Saya pakai metode air, mengalir begitu saja. Tanpa ada iming-iming janji yang muluk-muluk. Sebagai perempuan, dengan adanya dukungan itu tak membuat saya khawatir, apalagi siapapun yang terpilih nanti tentunya sudah kehendak dari rakyat yang memilihnya,” katanya.

“Putusan MK bagi saya adalah keputusan yang manusiawi kok. Siapa pun caleg, dari partai mana pun, tentunya beranggapan sama seperti saya. Tak perlu ada yang harus dirisaukan,” kata Marissa.

Lain lagi cerita politisi perempuan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga Ketua DPP PKS Bidang Kewanitaan Hj Ledia Hanifa, M.Ps. Ledia kebetulan satu dapil dengan Marissa Haque, dapil Jabar I. Politikus wanita kidal ini mengaku tak punya strategi menarik untuk menjaring konsituen. Waktu luang yang tersedia ia pergunakan dengan baik untuk menyapa warga Kota Bandung. Saking seringnya menemui warga, Ledia mengaku lupa untuk mandi.

“Kalau sudah mengunjungi warga, bisa sampai pagi, pulang larut malam. Sebagai wanita, kodratnya harus tetap dikedepankan, terus memantau perkembangan anak di tengah jadwal serta kesibukan yang padat sekarang ini. Bahkan, kadang sampai kelupaan mandi. Sudah konsekuensi,” aku Ledia.

“Yang paling diutamakan kan komunikasi. Berkomunikasi dengan keluarga jangan sampai lupa. Berkomunikasi dengan umat tentu tak dilupakan juga dong. Bagi saya, keputusan MK yang menetapkan suara terbanyak adalah sebuah konsekuensi yang harus kami jalankan. Bukan risiko, tetapi tantangan yang dijalankan harus dengan percaya diri dan insyaAllah penuh keyakinan,” kata Ledia.

Daerah pemilihan Jawa Barat, salah satu dapil yang paling menarik. Di sana bertabur nama-nama beken untuk saling berebut menjadi wakil rakyat yang harus mendapat mandat dari rakyat. Selain nama Marissa Haque dan politisi PKS Ledia Hanifa, ada juga nama-nama seperti Rieke Diah Pitaloka (Oneng) caleg PDI-P, Tere (Partai Demokrat), Deri Drajad (PAN), atau Rachel Maryam (Gerindra). Berdasar data KPU, dari 11 dapil Jabar ada 1.806 caleg yang akan bertarung. Figur artis Tengku Firmansyah (PKB), dan Ahmad Wijaya atau Bangkit Sanjaya (Golkar) juga melakukan peruntungan nasib di Jawa Barat. (Persda Network/Rachmat Hidayat)

Read more!